Waktu Sumenep

Sign up for our email news letter

Kotak Berkas

Alamat pengeposan file ke webiste ISPI Sumenep, anda dapat mengirim file berupa Word, Excel, PDF, Foto dan Video dari email anda, alamatkan ke : ispisumenep.file@blogger.com
Lebih jelasnya saudara lihat di menu Tutorial cara mengirim data ke website kami, terima kasih kunjungannya. Admin

Memo

Blog Archive

click to generate your own text
Senin, 03 Januari 2011

postheadericon Masyarakat Kampus, Pendidikan Karakter dan Karya Sastra

MASYARAKAT KAMPUS, PENDIDIKAN KARAKTER, DAN KARYA SASTRA
Oleh: H. AKHMAD NURHADI

Karakter akan membuat hidup Anda bahagia atau sengsara
             (John McCain)                     

Abstrak:
Masyarakat kampus seharusnya   mempunyai daya tangkal tinggi terhadap segala bentuk intrik, konflik, dan krisis. Di dalam masyarakat kampus semestinya berjalan secara intens proses internalisasi/personalisasi karakter unggul masyarakat madani. Segenap stakeholders saling bersinergi dalam pembentukan karakter unggul.
Kalau ternyata kenyataan berbicara lain, pasti terjadi human error pada akar masalahnya. Human error bisa dilakukan oleh satu, beberapa, atau bahkan semua stakeholders yang ada.
Berangkat dari sinilah semestinya dilakukan prognosis, diagnosis, dan upaya penyembuhan. Kalau perlu operasi atau amputasi.

IDEALISASI MASYARAKAT KAMPUS
            Masyarakat kampus adalah masyarakat perguruan tinggi. Perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan tinggi.  Dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang  Sistem Pendidikan Nasional disebutkan, bahwa pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis,  dan doktor yang diselenggarakan oleh pergutuan tinggi. Perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah   disebut perguruan tinggi negeri (PTN) dan yang diselenggarkan oleh masyarakat -dhi. Perkumpulan/yayasan-  disebut perguruan tinggi swasta (PTS).
Masyarakat kampus paling tidak terdiri dari dosen, mahasiswa, dan seperangkat pengelola/pejabat struktural: rektorat, dekanat, biro/bagian/urusan, dsb. Namun   apabila pengertian masyakat kampus lebih diperluas dapat meliputi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), sehingga tentu saja di dalamnya terdapat orang tua/wali mahasiswa. Dengan demikian karakteristik masyarakat kampus adalah karakteristik perguruan tinggi.
Adapun karakteristik perguruan tinggi adalah tri dharma perguruan tinggi. "Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (tri dharma perguruan tinggi, pen.). Ketiga kewajiban inilah yang membedakan antara perguruan tinggi dengan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah."  (Abbas, 2009:89).
Sebagai masyarakat perguruan tinggi, masyarakat kampus disibukkan dengan kegiatan intelektual (tri dharma perguruan tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat). Kesibukan yang nyaris tanpa henti ini menjadikan masyarakat kampus lebih bermartabat sekaligus lebih beradab. Setiap dorongan atau tarikan ke arah krisis, intrik,  atau konflik akan dihadapi oleh masyarakat kampus dengan sikap-sikap intelektual, seperti obyektif, terbuka, dan logis, disertai kearifan dan toleransi yang memadai (signifikan). Sikap lebih mengedepankan akal dari pada okol.
Secara jenial masyarakat kampus dapat menghindari kerentanan intrik politik, persaingan bisnis, isu sara (suku, agama, dan ras) dan terorisme, serta prilaku-prilaku tidak terpuji lainnya, seperti:  korupsi, kolusi, dan nepotisme; serta money politics dalam segala bentuk dan manifestasinya.
`Deskripsi di atas terkesan idealis, tetapi memang demikian seharusnya. Kemudian kalau  model masyarakat madani (civil society) dijadikan sebagai rujukan, maka   masyarakat kampus merupakan masyarakat madani, masyarakat dengan     komponen-komponen (Kusumohamidjojo, 2000:151):
1. Pluralitas, yang terdiri dari keluarga-keluarga, kelompok-kelompok informal, dan perhimpunan-perhimpunan sukarela yang kejamakannya memungkinkan keanekaan dalam cara hidup;
2.      Publisitas, yang terjalin dari lembaga-lembaga kebudayaan dan komunikasi;
3.      Privacy, yang merupakan domeint (ruang) yang memungkinkan pengembangan pribadi dan pilihan-pilihan moral;
4.      Legalitas, yang menyangkut struktur hukum umum dan hak-hak asasi yang diperlukan untuk mendemarkasi kejamakan, privacy, dan publisitas dari negara maupun perekonomian.
Masyarakat kampus adalah masyarakat beretika dengan etos kerja yang tinggi. Etika dalam arti "nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya." , demikian Bertens  (dalam Hisyam, 2001:67-68). Sedang etos kerja harus dipahami sebagai: "dorongan untuk menjadi yang terbaik (to do the best)  Masyarakat kampus merupakan masyarakat pekerja cerdas di samping pekerja keras. 
MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI
            Ada masa pendidikan Budi Pekerti diajarkan di sekolah sebagai mata pelajaran sebagaimana mata pelajaran lainnya. Pernah juga dipraktikkan mata pelajaran Akhlak (Budi Pekerti, pen.) terintegrasi secara eksplisit dengan mata pelajaran Agama dan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dan secara implisit pada semua mata pelajaran yang diajarkan. Ini sejalan dengan perubahan dan pengembangan kurikulum yang diberlakukan.
             Pendidikan Karakter tidak sama dengan pendidikan Budi Pekerti/Akhlak, tetapi pendidikan Budi Pekerti/Akhlak memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap pembentukan karakter. Bahkan pendidikan Agama dan Pancasila ikut andil dalam pembentukan anak bangsa. Karakter bukanlah kepribadian, sifat, atau tempramen.
            Karakter dapat dipahami sebagaimana pendapat Gordon W. Allport (dalam Soedarsono, 2006:xi) adalah kepribadian baik atau buruk (personality evaluated). Sedangkan kepribadian merupakan kompleksitas dari berbagai sifat dan kemampuan seseorang. Temperamen merujuk pada faktor alamiah yang terberi (given) serta menggambarkan bagaimana seseorang bereaksi serta bertingkah laku, apakah seseorang itu pada dasarnya impulsive, lamban, periang, dan seterusnya.
            Pendidikan karakter didefinisikan sebagai: "suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut." (Sudrajat,  2010).  Dengan pendidikan karakter diharapkan terjadinya aktualita karakter utama. Pada tingkat individu: perilaku jujur, cerdas, bertanggung jawab, peduli, dan kreatif dalam berbagai konteks secara konsisten. Pada tingkat masyarakat, bangsa, dan negara: kesadaran nasional karakter bangsa; keteladanan tokoh tingkat kampus, daerah, maupun nasional; dan situasi masyarakat dalam berbagai lapisan yang semakin berkarakter.
            Pendidikan karakter tentu saja diarahkan pada pencapaian karakter yang unggul.   Dengan karakter unggul manusia lebih berpeluang sukses sebagai manusia dengan sifat kemanusiaannya. John McCain bersama Mark Salter berhasil menunjukkan 34 kisah orang-orang berkarakter mulia yang patut diteladani dalam bukunya yang berjudul Character is Destiny. Karakter-karakter yang Menggugah Dunia.
            Thomas More. "…yang digiring ke tempat tahanannya, yang dari sana, enam hari kemudian ia dihukum mati untuk kesalahan karena bersikap jujur." (MacCain, 2009:3). Thomas More seorang yang berkarakter jujur dan berani berkorban untuk membela kejujurannya.   
            Romeo Dallaire. "…akan tidur sebagai orang berbudi, dan mampu istirahat dengan nyaman sepanjang malam." (MacCain, 2009:72). Romeo Dallaire seorang yang berbudi luhur dan telah menyajikan keluhuran budinya saat terjadi gnocide atas suku Tutsi di Rwanda.
            Nelson Mandela. "Tahanan yang mengampuni penahannya, dan membantu rakyatnya untuk saling mengampuni." (MacCain, 2009:241). Nelson Mandela seorang pemaaf seperti tidak ada kamus balas dendam dalam jiwanya.
            Masih banyak keteladanan yang dapat diperoleh dari buku ini. Rasa hormat dari Gandhi, autentisitas dari Joan of Arc, kesetiaan dari Sir Ernest Shacleton, martabat dari Victor Francl, idealism dari Sojourner Truth, kewarganegaraan dari Pat Tillman, kepatuhan dari Winston Churchill, tanggung jawab dari  Lord Nelson dan Letnan-Letnannya, Keberanian dari Edith Cavell, kerja sama dari John Wooden, penegendalian diri (kesabaran) dari George Washington kepercayaan diri dari Elizabet I, kelenturan (fleksibilitas) dari Abraham Lincoln, dan seterusnya.
             Betapa pentingnya peranan karakter (a.l. "Karakter akan membuat hidup Anda bahagia atau sengsara.", ucap  John McCain). Berdasarkan  hasil penelitian di  Universitas Hervard, AS, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata  ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill), tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Kemampuan mengelola diri dan orang lain masuk dalam wilayah (domaint) karakter seseorang. Lebih lanjut Tjahjono (2010:2) memaparkan, "Melalui Pendidikan karakter  diharapkan peserta didik (baca: mahasiswa, pen.) mampu secara mandiri meningkatkn dan menggunakan pegetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta menpersonalisasi nilai-nilai karakter serta akhlak mulia sehigga terwujud dalam perilaku sehari-hari.".               
             Kementerian Pendidikan melalui Tim Pendidikan Karakter memberikan grand design pendidikan karakter sebagaimana   pokok-pokok gagasan  berikut (dengan sedikit penyesesuaian):
1.      Melalui pilar keluarga:
KARAKTER UTAMA
INTERVENSI
HABITUASI
·         Jujur, bertanggung jawab
Tujuan:
·      Seluruh anggota keluarga memiliki persepsi, sikap, dan pola tindak yang sama dalam pengembangan karakter.
Strategi:
Orang tua kepada anak:
·   Penegakan tata tertib dan etiket/budi pekerti dalam keluarga.
·         Penguatan perilaku berkarakter.
·         Pembelajaran kepada anak.
Kampus  kepada keluarga:
·         Pertemuan orang tua.
·         Kunjungan ke rumah.
·         Buku penghubung
·   Pelibatan orang tua dalam  kegiatan kampus.
Pemerintah terhadap keluarga:
·   Fasilitas pemerintah untuk keluarga
Tujuan:
·         Terbiasanya perilaku yang berkarakter dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi:
·         Keteladanan orang tua
·         Penguatan oleh keluarga
·         Komunikasi antaranggota keluarga
·         Cerdas
·         Sehat dan cerdas
·         Peduli dan kreatif

2.      Melalui pilar perguruan tinggi:
KARAKTER UTAMA
INTERVENSI
HABITUASI
·   Jujur, bertanggung jawab
Tujuan:
· Terbentuknya karakter peserta didik melalui   kegiatan tri dharma perguruan tinggi
Strategi:
Perguruan tinggi terhadap mahasiswa:
·         Secara terintegrasi pada semua mata   kuliah dan kegiatan lain..
·         Melalui kegiatan unit kegiatan mahasiswa (ukm)
· Budaya kampus dengan menciptakan suasana yang mencerminkan karakter.
Pemerintah terhadap perguruan tinggi:
·         Kebijakan
·         Pedoman
·         Penguatan
·         Pelatihan
Tujuan:
·         Terbiasanya perilaku yang berkarakter di perguruan tinggi.
Strategi:
·  Keteladanan unsur rektorat, unsur dekanat, atau unsur pimpinan.
·   Budaya kampus yang bersih, sehat, tertib, disiplin, dan indah.
·  Menggalakkan kembali berbagai tradisi yang membangun karakter.
·         Cerdas
·      Sehat dan cerdas
·      Peduli dan kreatif


3.      Melalui pilar masyarakat:
KARAKTER UTAMA
INTERVENSI
HABITUASI
· Jujur, bertanggung jawab
Tujuan:
·         Terbangunnya kerangka sistemik perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pendidikan karakter secara nasional.
·         Terciptanya suasana kondusif dalam masyarakat yang mencerminkan kepekaan, kesadaran, kemauan, dan tanggung jawab untuk menbangun karakter utama.
Strategi:
Dari pemerintah:
·         Pengembangan grand design pendidikan karakter.
·        Pencanangan nasional pendidikan karakter.
· Pengembangan erangkat pendukung pendidikan karakter, a.l. iklan layanan masyarakat, sajian multimedia (poster, siaran tv, siaran radio).
Dalam masyarakat:
·      Pengembangan peranan persatuan alumni dalam pengembangan karakter melalui manajemen berbasis kampus.
·         Perintisan berbagai kegiatan kemasyarakatan, pengabdian kepada masyarakat, yang melibatkan mahasiswa.
·         Pelibatan semua komponhen bangsa dalam pendidikan karakter, a.l. media massa.
Tujuan:
·         Terciptanya suasana yang kondusif dalam masyarakat yang mencerminkan koherensi pembangunan karakter nasional.
·         Tumbuhnya keteladanan dalam masyarakat.

Strategi:
·    Keteladanan dan penguatan dalam kehidupan masyarakat.
·         Cerdas
·      Sehat dan cerdas
·      Peduli dan kreatif
·   Jujur, bertanggung jawab
·         Cerdas
(Tjahjono, 2010:Lampiran).

KARYA SASTRA SEBAGAI REFERENSI PEDIDIKAN KARAKTER
            Karya sastra bukanlah satu-satunya referensi, sebab di luar sastra masih banyak kitab/buku yang dapat dijadikan referensi. Ada kitab suci, buku filsafat/etika, atau  buku-buku lainnya. Namu demikian karya sastra tentu saja dapat dipertimbangkan sebagai salah satu referensi mengingat nilai-nilai dalam karya sastra  mudah terinternalisasi, terpersonalisasi, dan tersosialisasi kepada masyarakat pembacanya karena sifatnya yang tidak dogmatis  Nilai-nilai kebenaran dan keluhuran terugkap secara estetis dan universal. Di samping itu "dalam suatu karya sastra terpancar pemikiran, kehidupan, dan tradisi yang hidup dalam suatu masyarakat." (Zaimar, 1991:1). Di sini karya sastra dibatasi hanya pada genre prosa fiksi, khususnya roman atau novel.
            Lewat perwatakan dan karakter tokoh-tokohnya, pesan moral disampaikan pengarang kepada masyarakat pembacanya. 'Karya sastra, fiksi, senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia, Sifat-sifat luhur tersebut pada hakikatnya bersifat universal. Artinya sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh manusia sejagad." (Nurgiyantoro, 2002:321-322).
Adapun jenis   pesan moral dalam karya sastra, khususnya roman dan novel sangat beragam meliputi seluruh hidup dan  kehidupan manusia. Persoalan hidup dan kehidupan manusia secara garis besarnya dapat dirumuskan sebagai persoalan yang menyangkut hubungan manusia dengan dirinya sendiri, persoalan hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial, termasuk hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Tuhan.
Ilustrasi di bawah ini menampilkan gagasan-gagasan yang dapat berperan dalam pembentukan karakter anak bangsa, khususnya masyarakat kampus.
Orang dapat menghayati dan pada saat yang sama menginternalisasikan nilai-nilai kebaikan, keluhuran budi, kesabaran, ketabahan, kesetiaan persatuan, persahabatan, kerja keras, kerja cerdas pada Pandawa.  Demikian juga sebaliknya, orang dapat mengetahui akibat buruk sebab  prilaku buruk.  Kecongkakan, kelicikan, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, tamak, angkara murka, mau menangnya sendiri, suka menindas, tidak tahu membalas budi, suka maksiat, dan prilaku buruk lainnya   dari Kurawa dalam epos Mahabharata.   Dalam epos Ramayana juga tidak kalah kaya dengan nilai-nilai yang sangat diperlukan dalam pendidikan  karakter. Rama dan Shinta lambang cinta dan kesetiaan, Anoman biarpun berwujud kera putih, tapi sakti mandraguna dan berbudi luhur. Anoman seorang pahlawan sejati.
Bahkan dalam kedua epos tersebut terdapat perangkat pendidikan, yaitu hadiah (reward) dan hukuman (punishment).  Pribadi-pribadi yang berkarakter baik akan mencapai keunggulan. Pribadi-pribadi yang berkarakter jelek akan terjerembab dalam kenistaan. Kesuksesan Pandawa membangun negara Indraprasta yang berpuncak  pada dinobatkannya Prabu Yudhistira sebagai raja diraja dalam peristiwa Rajasuya (kekaisaran). Kehancuran negara Hastinapura, walaupun merupakan sebuah negara  besar dan didukung banyak negara taklukan  tetapi karena dikelola oleh pribadi-pribadi yang berkarakter rendah pada akhirnya hancur lebur tidak bersisa.
Orang (baca: remaja) dapat menghayati dan mempersonalisasikan  kemudian menentukan pilihan untuk gila  atau wajar  saat jatuh cinta. Kegilaan cinta Layla pada Majnun  dan kegilaan cinta Majnun pada Layla dapat dijadikan referensi sikap seseorang. Artinya seseorang dapat saja melihat cinta model seperti ini sesungguhnya berujung  kepada kesia-siaan atau sebaliknya. Hal ini dapat dihayati dalam karya Syaikh Nizami yang berjudul Layla Majnun Roman Cinta paling popular dan Abadi.
Orang dapat menghayati dan sekaligus menginternalisasi akibat dari prilaku bijak, kesetiaan, penghianatan, permusuhan, ketulusan cinta, perselingkuhan, egalitarianisme, persaudaraan, kebebasan, kekuasaan dari Taj Mahal. Tokoh antagonis  permaisuri mewakili manusia berkarakter unggul, sedangkan tokoh protagonis Aurangzeb mewakili manusia berkarakter bejat.
Selanjutnya Nurgiyantoro (2002:331-332) memberikan uraian sebagai berikut: "Dalam jajaran sastra Indonesia modern khususnya karya dalam bentuk fiksi, Mochtar Lubis dikenal sebagai pengarang yang banyak menulis sastra kritik misalnya Senja di Jakarta, Tak Ada Esok, Tanah gersang, maut dan cinta, dan Harimau! Harimau!". Dalam Harimau! Harimau! Orang dapat juga  belajar dari Pak Rakhmat tentang keteguhan iman, orang dapat belajar pengalaman Wak Katok mengenai akibat buruk takhayul, akibat perangai yang buruk, dan  sifat pengecut. Hariamau! Harimau! berisi kritik pengarang terhadap sebagian masyarakat  yang bergelimang dalam ilmu kebatinan dan takhayul.
Demikian juga Habiburrahman El-Shirazy menampilkan  manusia-manusia berkarakter kuat dalam novel-novelnya. Keteguhan mereka dalam menerapkan ajaran agama dalam perikehidupan mereka berharga untuk diteladani.  Orang, terutama remaja, dapat belajar juga dari Berselimut Surban Cinta oleh Irwanto al-Krienciehie tentang keikhlasan cinta tanpa harus mengorbankan etika dan agama. Inti kehidupan yang damai haruslah bermodalkan keikhlasan dan tidak menaruh harapan apa-apa pada manusia. Orang dapat belajar itu semua lewat tokoh-tokoh Lazuardi, Fitrah, dan Bening.

PENUTUP: SEBUAH REFLEKSI
            Kalau masyarakat kampus kenyataannya mengalami krisis dan degradasi moral,  sehingga terperangkap dalam krisis multidimensional, seperti krisis moral, krisis keteladanan dan lain-lain krisis,  pasti terdapat apa yang disebut human error. Paling tidak kelemahan sistem atau sistem tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perlu digaris bawahi bahwa sistem merupakan produk manusia juga. Jadi tidak terlampau salah atau dapat dikatakan terburu-buru kalau dikatakan penyebab sesuatu kepincangan bermuara  pada kesalahan manusia (human error).
            Kalau kemudian terjadi tawuran antarmahasiswa dalam internal  kampus atau eksternal kampus, dapat dipastikan bermula dari adanya prilaku-prilaku kontraproduktif dan kontradiktif, sebuah tampilan karakter rendah di kalangan masyarakat kampus sendiri.
            Kalau terjadi kolusi, korupsi, dan nepotis, di samping adanya jual-beli nilai, maraknya     jual beli ijazah,  atau penerbitan ijazah aspal (asli tapi palsu) dan penyimpangan-penyimpangan lain dapat dipastikan terdapat oknum-oknum berkarakter buruk yang bercokol dalam masyarakat kampus.
            Sebagai sebuah sistem, masyarakat kampus semestinya mampu menjaga setiap komponen sistemnya  agar berjalan harmonis, sinergis, dan komprehensif. Dengan demikian setiap kemunculan gejala yang bersifat patologis harus segera diatasi. Semoga, semua penyimpangan yang terjadi atau yang mungkin terjadi bukan karena masyarakat kampus, terutama mahasiswanya,   telah menjauhi sastra. Wallahu a'lam !
                                                                Sumenep, 20 Oktober 2010
           

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahrizal, Prof. Dr., 2009.  Manajemen Perguruan Tinggi: Beberapa Catatan. Kencana, Jakarta.
Hisyam, Muhamad (ed.), 2001. Indonesia Menapak Abad 21 dalam Kajian Sosial dan Budaya. Peradaban, Jakarta.
Kusumohamidjojo, Budiono, 2000. Kebhinnekaan Masyarakat di Indonesia: Suatu Problematik Filsafat Pendidikan. Grasindo, Jakarta.
McCain, John bersama Mark Salter, 2009. Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia.  Character is Destiny. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.
Nurgiyantoro, Burhan, 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soedarsono, Soemarno. 2006. Hasrat untuk Berubah. The Willingness to Change. PT Elez Media Komputindo, Jakarta.
Sudrajat, Akhmad, 2010. Available from: http://akhmadsudrajat.worldpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan. accessed: October 19, 2010.
Tjahjono, Tengsoe, 2010. Pendidikan Karakter di Sekolah (Makalah Seminar). LP2K Citra Persada, Sumenep.
Zaimar, Okke K.S., 1991. Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang. Intermasa, Jakarta.

0 komentar: